Yayan Sofyan adalah rekan kerja saya yang selama ini saya perhatikan. Awal bertemu ketika dia dengan Pak Wawan Kartiwa sebagai kakaknya datang ke kantor. Pak Wawan sudah lama berkecimpung di pers sebagai wartawan Bandung Pos, kemudian bergabung dengan Mitra Desa. Jadi saya sudah mengenal sejak masih kuliah, bahkan Pak Wawanlah yang memberi motivasi kepada saya untuk mengembangkan tulisan di Bandung Pos, sehingga banyak tulisan saya dimuat, dan tentu saja uang pun mengalir lebih dari cukup.
Dari pertemuan dengan Yayan di kantor, selanjutnya dia sering ke kantor dan menulis tentang berbagai kegiatan, sayalah yang memberi kesempatan untuk banyak menulis. Rupanya dia menurut dan banyak melakukan wawancara. Meski sebagai wartawan tidak tetap, namun dia sudah mendapat honor tetap dan bisa menghidupi istri dan anak-anaknya melalui tulisan yang dimuat di MB, apalagi dia bisa mendapatkan iklan dan menjual korannya.
Saya sering berduaan untuk meliput acara penting, bahkan pernah mewawancarai H. Sutisno pengusaha sukses yang mengembangkan pasar Caringan. Sungguh tidak menyanga, tulisan Sutisno di MB diberi honor oleh dia sebesar Rp 2,5 juta. Uang itu dibagi dan dibelikan kebutuhan di Tegallega. Kami sangat gembira, karena baru pertama mendapat uang sebesar itu.
Dalam kedaan terjepit, biasanya dia meminjam uang, namun saya tidak pernah menagih, bahkan sering saya katakan, pakai saja uang itu, jangan dipikirkan. Beberapa kali saya usulkan agar Yayan ditarik saja sebagai karyawan MB, namun entah apa selalu saja dihambat, sehingga dia baru diangkat sebagai karyawan setelah lebih 5 tahunan. Saya bersyukur saja sebab dia menjadi karyawan resmi. Saya sering menugaskan untuk meliput sesuai bidang garapan, namun ternyata oleh redaktur lain pun sering diminta tulisan, tentu saja dia sibuk bekerja.
Saat paling menyedihkan ialah tatkala dia harus kehilangan istrinya-5 tahun sakit diabetes- tercinta karena Allah mengambil ruhnya, padahal ke-4 anaknya sedang membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Isrinya meninggal dunia tahun 2006 tepat pada saat hari raya Idul Fitri, ketika warga sedang melaksanakan sholat Ied, dia malah sedang menemani istrinya sakaratul maut. Ketika selesai sholat Ied, istrinya berada dalam pangkuan. Anak-anak yang baru saja pulang sholat menjerit histeris mendapati mamahnya sudah tidak bernapas. Maka pecahlah tangis keluarga itu. Warga yang tinggal di Ciwidey pun berdatangan dan tidak dapat menyembunyikan kesedihan menyaksikan keluarga Yayan yang dirundung duka nestapa.
Kabar istrinya meninggal dunia baru diketahui setelah masuk kerja, karena selama hari raya libur cuti selama seminggu, setelah tahu pasti, maka dari kantor rombonga bergegas ke rumah Yayan di Ciwidey.
Sekitar 7 bulan setelah ditinggal istrinya, rupanya diam-diam dia mencari pasangan hidup baru, yang sudah lama dikenal di Gedung Serba Guna PWI yaitu Sari. Rupanya gayung bersambut, sebab tidak lama kemudian mereka sepakat menjalin kasih asmara ke KUA Lengkong di Jl. Palasari. Saya sempat menghadiri pernikahannya.
Sejak tahun 2007 karyawan MB telah mendapat PHK yang masing-masing mendapat uang yang lebih dari cukup. Sejak itu pula, karyawan sibuk dengan dunianya sendiri, termasuk Yayan pun menggarap lahan pertanian. Jadi jarang bertemu lagi.
Hanya suatu hari saya dapat kabar dari Yadi, kalau Yayan sudah seminggu dirawat di rumah sakit soreang, dan hari senin dipindahkan ke RS Hasan Sadikin. Saya bersama teman-teman mantan MB segera saja berkunjung ke rumah sakit. Selama ini saya tidak tahu kalau dia menderita sakit yang cukup parah.
Menurut Sari, 11 hari di RS Soreang tidak ada perkembangan, dan besoknya harus di-scan. Ketika bertemu saya melihat kondisinya yan tak berdaya. Saya segera menyalami dan mendoakan agar segera sembuh, terlihat kelopok matanya basah dengan air mata. Saya mohon maaf bila ada kesalahan, dia menganggukan kepala. Kemudian bersama yang lain, saya mendoakan yang intinya agar diberi kesembuhan dan kesehatan.
Seminggu sejak itu, saya mendapat kabar sore hari kalau Yayan telah meninggal dunia dan akan dibawa ke Ciwidey malam itu jug.a Saya tersentak dan segera koordinasi dengan rekan-rekan di MB untuk bisa mengantarkan jenazah, yang diperkirakan akan dikubur esok harinya.
Esoknya hari minggu, kami bergegas ke Ciwidey ke rumah duka, sepanjang perjalanan banyak perbincangan diantara kami. Tidak lama, rombongan sudah sampai di rumah ibunya, dan betapa kami kaget, sebab ternyata mayat Yayan, malam hari itu juga sudah dikuburkan di dekat istrinya yang tidak jauh dari rumah ibunya. Kami pun bergegas menuju kuburannya yang terletak di tengah sawah. Saya berdoa dikuburnya dan ketika berkumpul di rumahnya, saya tak kuasa menahan air mata, menangis terisak-isak terutama ketika melihat anak-anaknya yang masih kecil. ***31-1-11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar