Namanya Pak H. Syukur, berbadan sederhana dan kulitnya bersih bercahaya. Dia seringkali menjadi imam kalau tidak ada imam yang lain. Tidak banyak bicara, tetapi setiap ada yang meninggal dunia, maka dialah yang menjadi pemimpin membaca surat yasin. Dia sudah hapal doa tahlil dari awal sampai akhir. Suaranya jelas dan makhraj hurup yang diucapkan pas sekali, sehingga tidak ada yang salah.
Pernah pada saat dia baglan ceramah ramadhan menyerahkan sepenuhnya kepada saya, kemudian dia menjadi imam. Memang bicara di forum, tidak seterampil saat dia menjadi imam solat. "Kalau ada tajwid yang salah, tolong dikoreksi," begitu suatu ketika berkata pada saya. Saya malu karena saya sendiri masih belajar tajwid. Namun saya akui kalau bacaannya memang baik.
Namun kematiannya yang membuat jamaah mesjid kaget dan sama sekali tidak menyangka sebab sebelum keberangkatan ke Medan menengok anak dan cucunya, badannya segar bugar. Tidak ada firasat kalau hari itu merupakan pertemuan terakhir dengannya. Apalagi selama ini tidak pernah mengeluh penyakit yang dideritanya.
Saya masih ingat betul pada tahun 2009 saat saya menjadi imam dan khatib jumat di Ikhlasul Mu'awwanah, yang menjadi Muazdin adalah Pak H.Syukur. Itulah yang tidak akan saya bisa melupakan. Suaranya jelas dan terdengar mendayu-dayu, bahkan setiap menjelang solat subuh dialah yang memberitahu dan membangunkan warga.
Pertemuan terakhir dengan Pak Syukur ketika ada pengajian subuh ahad yang rutin diadakan di Mesjid. Saat itulah boleh jadi hari-hari terakhir bisa melihat wajahnya, karena hari seninnya berangkat ke Medan menggunakan pesawat terbang. Saat di Medan ada tetangga yang meninggal dunia, maka Pak Syukir masih ikut memandikan dan menyolatkan jenazahnya. Namun di hari berikutnya saat pagi hari bermain badminton dengan cucunya, terjadi musibah yang sama sekal tidak bisa dihindari, mendadak selesai bermain badminton dia terjatuh.
Maka bergegaslah dibawa ke rumah sakit terdekat untuk pertolongan pertama, namun sungguh mengejutkan karena ternyata hari itu juga nyawanya sudah tidak dapat ditolong lagi, dia meninggal dunia karena serangan jantung. Kabar kematian langsung sampai ke Bandung beberapa jam kemudian. Tentu saja semua warga kaget dan tidak mengira akan secepat itu Allah memanggil Pal H. Syukur.
Peti mati Jenazah hari esoknya dibawa terbang ke Bandung menuju Bandara Husen Satranegara. Semua hanya terdiam dan tidak banyak berkata, ketika jenzah tiba di rumah duka dan langsung disolatkan. Kemudian dikuburkan di Junti, pemakaman warga perumahan cetarip barat. Semua jemaah masjid mendoakan dan memohon ampunan kepada Allah atas dosa dan kesalahan yang dibuat almarhum.*** 1 Februari 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar