Halaman

Rabu, 22 Juni 2011

Abdurrahman, temanku



   Abdurahman, sudah saya kenal sejak lama, bahkan pernah mengajar bersama-sama di MTs Salafiyah. Dia diangkat menjadi guru PNS di Majalengka. Saya sudah lama tidak pernah bertemu karena kesibukan masing-masing. Namun bertemu kembali setelah saya pindah ke perumahan Cetarip. Rupanya dia sudah mutasi ke Bandung, dan kegiatan yang dilakukan dibidang jurnalistik mengarah kepada pemberitaan yang lebih cenderung memanfaatkan masalah yang dihadapi pejabat.
  Saya kurang begitu peduli dengan aktivitasnya, demiklain pula keseharian yang dilakukan. Hanya saja yang membuat saya tersentak ialah kematiannya yang mendadak sekali di rumahnya RT 06 belakang mesjid  Ikhlasul Mu'awwanah. Saya diberitahu oleh Pak Ahmad sebelum melaksanakan sholat subuh berjamaah. Dia mengatakan kalau Abdurahman telah meninggal dunia baru saja lewat. Saya kaget. Ketika selesai solat subuh berjamaah, saya bergegas menuju rumahnya.
    Saya terhentak sebab istrinya diluar berteriak histeris memanggil nama saya dan meminta tolong keadaan suaminya yang tergeletak di kursi. Saya mendekati tubuh  Abdurahmaan yang tertutup kain dan masih mengenakan jaket. Saya membuka tutup kepalanya, saat itulah saya memanjatkan doa kepada Allah swt. Semoga almarhum diterima amal kebaikannya dan dihapus segala macam dosa-dosnya.
    Berulangkali saya menggelengkan kepala,  masih belum percaya terhadap kematian yang menimpa Abdurahman. Badannya yang gemuk sangat terasa berat ketika kami memindahkan dari kursi ke lantai di tengah rumahnya. Jerit histeris anak-anaknya masih terdengar, dan berkali-kali memanggil  bapaknya.
   Menurut istrinya, semalaman dia tidak bisa tidur gelisah dan ingin dirawat di rumah sakit. Selain itu, ia mengeluh menahan sakit di dadanya. Namun ditahannya rasa sakit itu, yang ternyata sampai jam 3 kondisinya semakin kritis, dan tidak lama kemudian menghembuskan napas terakhir di kursi panjang. Siang harinya pergi ke sana kemari, bahkan sempat ke rumah Pak Yusuf Sodik, karena akan ada seminar.
    Saya hanya menarik napas panjang,  kematian memang misteri dan tidak mengenal waktu, saya sadar sepenuhnya bahwa tidak ada yang tahu kapan kematian tiba pada seseorang. Dengan segala kerendahan diri saya memohon agar Allah swt mengampuni segala dosa-dosanya. Engkau ya Allah maha mengetahui apa yang telah Abdurahman lakukan.*** 31-1-11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar