H. Didin D. Basoeni atau lebih dikenal dengan sebutan Mang Ohle karena dialah pembuat karikatur Mang Ohle di Harian Umum Pikiran Rakyat setiap hari sabtu di halaman pertama. Karikatur Mang Ohle menjadi ikon dan terpilih menjadi gambar dalam perangko PT Pos Indonesia, sehingga namanya berkibar di tingkat nasional.
Mang Ohle boleh dikata yang memberikan jalan saya masuk di lingkungan anak perusahaan Mitra Desa (tahun 1997 berubah nama menjadi Mitrta Bisnis). Semula saya menulis artikel agama, kebetulan tulisan itu dimuat, dan saya akan mengambil honornya. Di ruang redaksi jl. soekarno-Hatta 147 bertemu dengan Mang Ohle yang langsung mengajak ngobrol dan menanyakan aktivitas saya. Saya diajak untuk ikut membantu mengembangkan MD di daerah Bandung dan sekitarnya.
Sejak saat itu, hampir setiap hari datang ke kantor redaksi dan saya belajar untuk memahami pola kerja di MD. Semula saya belum paham sama sekali tetapi lama-kelamaan saya bisa menyesuaikan diri dan tah pola kerja seperti apa yang dikehendaki para pimpinan. Secara pelan tapi pasti,saya mampu bersosialisasi dan bisa bekerja sebagai reporter, yang juga merangkap sebagai sirkulasi dan pencari iklan.
Tahun berganti, apa yang saya lakukan di MB mulai dipehitungkan, apalagi saya mampu menjual koran dan iklan. Saya pendapatan diperoleh dari penjualan koran, iklan, honor dan nara sumber yang diwawancarai. Saya terus melakukan penetrasi pasar ke berbagai sekolah dan perguruan tinggi. Uang yang masuk pun lebih dari cukup, melebihi gaji PNS, sehingga saat itu saya bisa menabung dan yang membanggakan saya bisa membeli 2 tumbak tanah seharga Rp 2 juta di Sukamulya, dekat solokan dan di belakang sawah membentang luas (yang kemudian menjadi perumahan lingkar yang rumahnya luas dan mewah. Disitu ada rumah seorang pendeta bagaikan istana.
Saya terus bekerja sebagai wartawan yang bisa berhubungan dan berkomunikasi dengan semua orang, termasuk dengan beberapa pejabat. Tetapi saya bertugas di lingkungan lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta.
Lama kelamaan di lingkungan MB mulai terjadi adanya perubahan ketika masuk beberapa orang. Saya mulai diangkat resmi sebagai karyawan setelah 7 tahun sebagai honorer. SK saya ditandatangani langsung oleh Atang Ruswita sebagai Direktur Utama PR, namun gaji saya hanya mendapat 1/2 nya saja dari karyawan. Disitu ada diskriminasi. Saya tidak tahu mengapa terjadi seperti itu. Saya hanya menerima saja, karena saya akui mendapat pemasukan yang lebih dari cukup, bahkan perabotan rumah tangga termasuk lemari pakaian dan lemari aksesoris bisa dibeli.
Saya ikut merintis dan membesarkan MB, namun akhirnyua harus menerima kenyataan bahwa ternyata seiring perjalanan waktu, akhirnya tanggal 27 Desember 2007, tepat dengan kelahiran saya, saat itu saya menerima uang pesangon yang menurut saya diluar dugaan sebesar Rp'72juta'yang saya belikan rumah seharga 1p 47 juta dan sisanya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga.
Sejak itulah saya mengalami masa-masa yang membuat saya terasa menyesakkan dada, sebab harus menyesuaikan dengan kehidupan yang baru yang tidak lagi mendapat uang bulanan. Saya harus mandiri, meski terasa sangat berat. Untung saja, istri saya PNS yang bisa ikut membantu kebutuhan rumah tangga. Saya berusaha bangki dengan segala macam cobaan yang menerpa.*** 29 Jan 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar