Halaman

Kamis, 23 Juni 2011

Kang Aan Merdeka dan Pengalamannya

     Nama lengkapnya Aan Merdeka Permana, seorang penulis novel aktif dalam bahasa Sunda. Buah karya tulisannya yang bertalian dengan ceritera sunda atau tentang kesundaan lebih dari 500  judul, bahkan sejak pensiun dari PR dia mendirikan Majalah Panjalu yang ternyata peminatnya cukup banyak. Majalah itu berisi tentang budaya sunda dan kerajaan sunda di zaman dulu. Biasanya saya kalau bertemu di Kantor Galura, Jl. Asia Afrika. Kalau sudah bertemu, pasti akan mengobrol masalah pengalaman hidupnya yang sangat unik dan menarik.
    Kisah yang sangat  menyentuh hatinya, ketika suatu hari dia akan pergi ke daerah Garut dan harus melewati tanjakan nagreg yang seringkali macet. Pada saat itu dia sedang berduaan dengan seorang yang duduk dibelakang memekai motor. Ketika sampai di tanjakan nagrek dia berhenti dulu karena akan mengisi perutnya yang terasa lapar. 
    Dia berhenti di sebuah warung kecil yang penjualnya adalah nenek yang sudah tua. Sambil  makan pisang dan beberapa makanan lainnya, tiba-tiba dia berkata:
   "Siang begini, kalau makan kelapa es muda sangat enak!"
   Penjual warung itu pun menimpali,
   "Kalau bapak ingin, saya akan ambilkan di warung sebelah sana...saya akan ke sana"
   "Iya kalau begitu ambilkan saja!"
   Nenek itu pun bergegas pergi  dari warung ke warung yang jaraknya sekitar 50 meter untuk mengambil  es kelapa muda., Tidak lama nenek itu sudah datang kembali dengan terlihat mulut yang ngos-ngosan karena jalannya nanjak. 
   Kang Aan menikmati es kelapa muda itu, dan benar-benar terasa nikmat di mulut karena dia dari tadi juga haus ingin minum. Ketika selesai makan dan minum es kelapa muda, dia bertaya kepada nenek itu,
    "Berapa  es kelapa muda itu ?"
    "Dua gelas, Enam ribu rupiah, pak" ujar nenek itu polos.
    "Heh...enam ribu  rupiah  kenapa mahal...bukankah saya setiap membeli ke sana hanya dua ribu seorang..." ujar Kang Aan agak kesal dan sedikit marah.
    Nenek diam.
    "Sudahlah...nih uangnya enam ribu!" katanya kesal, seolah tidak ridho memberikan  uang sebesar itu.
    Ketia akan meninggalkan warung, tiba-tiba nenek itu berkata yang membuat Kang Aan merasa terpukul: "Cep, Ridho ieu artos teh!"
    Selama beberapa hari ia termenung memikirkan ucapan nenek itu. Duit yang tidak seberapa, mengapa mesti ngotot dan kesal kepada nenek warung, padahal wajar saja dia mengantarkan dua gelas es kelapa muda.
    "Padahal duit teu sabaraha tapi ku ucapan nini-nini tukang warung, nepi ka ayeuna ingeut bae tah!" ceuk Kang Aan.***





Melihat Istana Mewah di Kuburan

      Pengalaman ini dialami oleh seorang Kyai Abduhrrohim, yang sekarang masih hidup dengan usia yang 80 tahun lebih. Meski usianya sudah tua, namun semangat dakwahnya masih terpancar di jiwanya. Dia tidak mau kalah dengan generasi muda. Meski giginya sudah sebagian ompong, namun masih terdengar jelas saat memberikan pengajian. Ilmu tentang keislaman termasuk nahwu dan sharaf serta sastra arab dikuasainya. Bahasa sundanya sangat kental dan disukai oleh bapak-bapak dan ibu-ibu dalam setiap pengajian. Setiap mengisi pengajian selalu mengenakan kain sarung, sorban dan kopiah.
     Suatu hari beliau mengisahkan tentang peristiwa gaib yang dialaminya dan sampai sekarang masih membekas dibenaknya, yaitu ketika dia berziarah ke wali yang ada di Banten. "Tiba di tempat ziarah itu sudah hampir malam, namun kami bersama rombongan  terus melanjutkan perjalanan. Ketika tiba di pemakaman itu, maka saya duduk di dekat pintu pekarangan kuburan. Saya berdoa dengan memejamkan mata agar para wali-wali Allah yang telah berjasa menyebarkan Islam di tanah Jawa mendapat ganjaran dan diterima amal ibadahnya....selesai berdoa, kemudian saya membuka mata.....betapa saya kaget dan terperanjat, sebab yang saya lihat di depan itu bukan kuburan wali, tetapi istana megah yang sangat mewah. Saya terpana dan hampir tidak percaya dengan penglihatan saya. Jantung saya berdebar-debar, baru pertama kali menyaksikan istana yang sangat megah sekali, dan belum pernah ada di dunia ini!" ucapnya.
   Dia melanjutkan ceriteranya, selain warna-warni yang terlihat di halaman Istana, juga keadaan Istana itu yang benar-benar luar biasa hebat. Saya pegang besi panggar istana itu sekuat-kuatnya....sambil megucapkan Subhanallah...Allahu Akbar...kemudian saya memejamkan mata....ketika dibuka lagi mata saya.....Istana itu sudah tidak ada! Berulang kali saya menggisikkan mata...apakah barusan yang terjadi itu mimpi...tetapi saya yakin...Istana itu bukan mimpi...saya sadar sepenuh hati..."
   Beliau yakin itu adalah sebuah istana yang secara tidak diduga merupakan anugerah Allah diperlihatkan kepada dirinya, sebab ketika beliau menanyakan ke sesama rombongan, justru mereka sama sekali tidak melihat ada sebuah istana mewah.
    Kejadian ganjil itu sangat membekas dalam jiwanya, sehingga ia sangat berkeinginan kembali melihat istana mewah itu....

Ganjar Kurnia : "Sing Alus Gawe Tong Hayang Kapake"

      Sebagai Rektor Unpad, Ganjar Kurnia sudah tidak asing lagi untuk kalangan akademisi. Pemikirannya tentang kebudayaan sunda serta pendidikan, kerapkali muncul dalam koran terkemuka di Jawa Barat. Beberapa kali bertemu dalam acara di Perkumpulan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB-PII) Jawa Barat, ternyata beliau adalah aktiviis semasa masih kuliah dulu. Boleh dikata, beliau merupakan sosok yang mempunyai kepedulian terhadap umat Islam dan kebudayaan sunda, bahkan pernah mempertanyakan "kunaon nu kuliah di Unpad fakultas-fakultas favorit lolobana mahasiswa  ti luar Jawa Barat, cik atuh urang Sunda ulah eleh,"
    Terpilih lagi sebagai Rektor yang kedua kali sudah diduga, karena konsep yang disodorkan oleh beliau adalah bekerja dan memperlihatkan kerja yang terbaik. Kalau selama kepemimpinannya  banyak menampilkan seni dan budaya sunda di kampus, itu adalah sebagai wujud rasa tanggungjawab terhadap budaya Sunda. Dia tidak tidak ingin seni dan budaya sundan tersisih oleh budaya yang lain.
    Penampilannya sederhana dengan tubuh yang agak sedikit gemuk dia tidak mau sama sekali diperlakukan secara berlebihan, dia ingin yang wajar-wajar saja. Dia akan menyalami kepada siapa saja yang telah dikenal. Ketia suatu ketika diundang pengalamannya dalam organisasi PII, tercetus melalui tulisan yang mengemukakan tentang kesempurnaan budaya yang sesuai dengan Islam sebagai misi yang harus terus menerus diperjuangkan  dalam segala bidang kehidupan.
   Dalam setiap acara yang diselenggarakan KB PII Jabar, dia selalu menyempatkan datang sebab  merasa bahwa organisasi PII telah membesarkan dan memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga. Suatu ucapan yang masih terngiang di telinga saya ialah saat dia mengatakan dalam bahasa sunda "Sing Alus Gawe Tong Hayang Kapake"
   Kalimat itu mengandung filosofis yang sangat berharga sekali, yang maksudnya bekerjalah sebaik-baik dalam setiap profesi yang ditekuni,  tapi jangan sekali-kali ingin terpuji  oleh orang lain, sebab disitu ada unsur riya atau tidak ikhlas dalam mengerjakan tugas. Bisa pula kalimat itu dimaknai, bekerja secara profesional, disiplin dan bertanggungjawab, maka dengan sendirinya banyak orang yang menghargai dan membutuhkan tenaganya.Tidak perlu sombong atau memperlihatkan dengan angkuh kemampuan yang kita miliki, biar saja lama kelamaan orang akan tahu: siapa diri kita sebenanrnya!
  

  

Rabu, 22 Juni 2011

Pak Endi dan Uang Satu milyar



   DIA merupakan sosok yang dikenal sebagai orang yang mengajarkan ilmu hikmah melalui motto "tanpa disentuh lawan jatuh". Ratusan orang yang datang ke sekretariat untuk belajar ilmu tersebut. Memang saya sering memperhatikan, cukup dengan diusap punggung kita serta diberi doa-doa khusus, kemudian langsung praktik di tempat.
    Ketika seorang petugas khusus yang berusaha untuk melukai dengan senjata tajam, maka saat itu tangan harus bergerak cepat, maka dia akan terjatuh sebelum kena senjatan tajam. Saya tidak tahu, bagaimana bisa begitu,  hanya Pak Endi pernah menjelaskan tentang surat ali Imran ayat 156 yang disitu dijelaskan apabiala musuh menerjang, maka malaikat akan datang memberikan pertolongan.
   Pak Endi memiliki tubuh agak gemuk dengan kulit putih bersih. Dia mudah bergaul dengan siapapun, dan banyak  pejabat yang berkonsultasi dengan dirinya. Dia memang memiliki ilmu kebatinan dan bergaul pula dengan paranormal. Dia rajin melaksanakan ibadah solat.
  Saya sering bertemu  sekedar silaturahim dan menuliskan di tabloid untuk mempromosikan aktivitasnya. Suatu ketika dia menceriterakan pengalaman yang unik, yaitu tatkala selesai menabung uang di sebuah bank milik pemerintah sebesar Rp 1 juta rupiah, maka dia pun bergegas pulang ke kantor sebagaimana biasanya.
   Buku tabungan tidak pernah dibuka, karena sudah biasa lagi menyimpan uang di bank. Namun kali ini, ada rasa penasaran ingin melihat saldo rekening. Maka dia membuka-buka buku tabungan itu. Tatkala melihat saldo rekening yang baru saja disetorkan, betapa dia terperanjat, berkali-kali dia  memperhatikan jumlah saldo. Tidak salah penglihatan,yang tercantum saldo dalam buku tabungan itu sebesar Rp 1 milyar. Petugas bank kelebihan menulis angka nol.
   Ada kebimbangan dalam jiwanya, seandainya saja uang itu diambil, maka dia akan menjadi orang yang kaya mendadak. Namun dipikir-pikir secara mendalam, "aku akan berurusan dengan kepolisin" bisik hatinya. Ketika hal itu disampaikan kepada istrinya mengenai saldo yang mendadak jadi satu milyar, wajah istrinya pun kaget. Dia  mengusulkan agar uang itu diambil saja dengan jalan bertahap.
   "Tapi uang itu bukan hak kita," kata Pak Endi meyakinkan istrinya.
    "Kapan lagi kita bisa kaya, ini rezeki kita"
    "Jangan,Bu, ini bisa jadi masalah panjang. Bagaimana kalau nanti berurusan dengan polisi?"
     Istri Pa Endi terdiam, ada rasa takut juga berurusan dengan polisi. Setelah dipikir agar akhitnya istrinyan pun berkata,"Kalau begitu terserah bapak saja,"
    Jalan terbaik, menurut pikiran Pak Endi adalah memberitahukan saja ke pihak bank terjadinya kesalahan kelebihan menuliskan angka. Memang esoknya masih belum ke bank, tetapi terjadi pergulatan batin yang membuat dia tidak bisa tidur semalaman. Diakui, saat itu dia sangat butuh uang,namun dia harus bisa menjaga hati agar tidak larut bisikan setan.
  Esok paginya, dia sudah bulat pergi ke bank untuk menyampaikan permasalahan yang membuatnya gelisah. Ketika sampai di kantor bank, dia minta bertemu dengan pimpinan bank karena ada masalah yang ingin dibicarakan. Pimpinan bank segera menemuinya.
   Pak Endi menceriterakan masalah kelebihan saldo di buku tabungan senilai Rp 1 milyar. Tentu saja pimpinan bank kaget dan  segera saja memanggil petugas teller yang disitu. Pimpinan berulangkali mengucapkan terima kasih atas kejujuran yang dilakukan oleh Pa Endi***

Kaget Bertemu Teman


  Sudah dua hari ini, saya terkena flu sehingga terasa hidung tersebut. Kemarin pulang malam setelah mengajar kepada mahsiswa STIABagasasi. Saya megira hari itu tidak ada jam mengajar, karena masih uas, namun untung saja, mas Anwar sms, saya pun bergegas ke kampus. Rupanya sebagian mahasiswa sudah menunggu. Mereka tidak tahu kalau jadwal telah berubah, saya jam pertama, dan pak Arif jam kedua.
   Kuliah yg sy sampaikan masalah proyeksi 5 tahun ke depan. Mahasiswa ditugaskan menuliskan rencana 5 thn untuk meraih impiah. Saya memberikan beberapa pertanyaan yg harus mereka jawab sejujur-jujurnya. Mereka pun mengerjakan tugas tsb dan harus dikumpulkan.
   Pulang mengajar, kondisi fisik sdh agak terasa ngak enak, padahal harus ngisi juga pengajian rutin jumatan. Saya sdh berniat ngaji di rmh pak Yayat, namun ternyata anak  yg bungsu 'della tdk mau ditinggalkan. Akhirnya saya ketiduran di kamarnya.
   Hari ini kondisi fisik saya tidak stabi. Kepala terasa berat, mungkin masuk angin karena cuaca buruk. Saya diurut dan dipijit oleh Obi yang sudah terbiasa melakukannya, setiap kali saya tidak enak badan.
    Jumat jam 9 saya ingin menggerakkan badan dan berjalan-jalan di Tegalegga, kini sudah berubah karena tidak ada lagi pedagang kaki lima dadakan yang memenuhi setiap tempat. Minggu menjadi arena yang ramai dan padat oleh orang yang berlalu lalang dan penjual berbagai macam ragam jenis barang atau makanan yang diinginkan. Terkadang sesama pejalan kaki saling berdempetan dan harus berjalan pelan-pelan untuk menuju tempat yang ramai.
   Ketika saya sedang berjalan, seseorang mendekati saya. Saya mengamati wajah orang itu, saya pernah bertemu dengannya. Saya teringat teman SMA di Baleendah, namun saya tidak hapal namanya. Dia mengenal nama saya. Kulitnya agak hitam dengan jalan kaki yang tidak tegap. Di balik wajahnya tersimpan beban hidup yang berat, namun terlihat ketegaran jiwanya.
   Yang membuat aku kaget justru dia berkeinginan hidup menyendiri tanpa istri.
     "Saya ingin kembali seperti masa dulu lagi, hidup menyendiri. Terus terang saya takut berdosa tidak bisa memberi nafkah batin. Sudah 4 tahun saya impotens," ujar D, begitu nama pendeknya.
   Saya kaget mendengar pengakuan terus terang itu, apalagi ketika dia mengisahkan perjalanan hidupnya  yang kelam dan banyak perilaku seks yang menyimpang.  "Saya menyadari, selama bertahun-tahun hidup dalam kegelapan dan mengumbar nafsu syahwat yang tidak terkendali, termasuk saya pernah melakukan hubungan sejenis dengan laki-laki." beberapa kali dia menghela napas dan menghisap rokok dalam-dalam dan mengeluarkan kembali.
  Saya terpaku mendengar kisahnya yang sangat mengharukan dan sekaligus membuat bulu kuduk saya berdiri. Baru kali ini saya mendengar pengakuan terus terang seorang teman yang baru bertemu.
  Saya hanya memberi nasihat sederhana saja :"Jangan ceraikan istrimu. Wanita kuat tidak disentuh oleh laki-laki, kalau laki-laki tidak akan kuat. Jadi belajarlah untuk sabar, ikhlas dan tawakal menghadapi semua ini. Boleh jadi, ini adalah yang terbaik, sebab kita tidak pernah tahu, sesuatu keadaan baik menurut kita, belum tentu dalam pandangan Allah. Begitu pula sebaliknya, jelek menurut kita belum tentu dalam pandangan Allah."
   Panjang lebar obrolan kami, sehingga hampir lebih 1 jam perbincangan kami. Beberapa kali dia menyampaikamn ucapan terima kasih bisa berbincang-bincang panjang lebar.***

Kang Saelan

   Di usianya yang sudah mencapai 65 tahun, Kang Saelan masih tetap enerjik dan aktif mengembangkan usaha  dengan slogan yang nyunda ayam seuhah. Dulu ia merupakan sosok yang sangat diperhitungkan di lingkungan Pikiran Rakyat. Selain pernah menjadi pemimpin redaksi, dia pun merupakan ketua PWI jawa Barat, sehingga di kalangan pejabat maupun di lingkungan pemda dikenal.
   Namun di lingkungan PR, tidak semuanya menerima gaya kepemimpinannya, sehingga ada beberapa orang yang bersekongkol untuk menyingkirkan. Merasa tidak nyaman berada di PR yang membesarkan dan memberikan pengalaman dalam kariernya, akhirnya dia mengundurkan diri. Kemudian pindah ke majalah Forum Keadilan bersama Karni Ilyas. Di Jakarta kariernya melejit seiring tulisannya yang tajam dan menyoroti masalah dinamika kehidupan di Indonesia.
    Banyak pengalaman hidup menjadi pelajaran yang berharga, termasuk ketika dia menjadi anggota DPRD Jawa Barat dari PBB. Ketika terjadi kasus kavlinggate, dengan diberi uang Rp 200 juta setiap anggota. Namun segera saja uang itu dikembalikan.
   Pernah ia berceritera memiliki tanah di Sukabumi, yang ingin dijual untuk modal usaha, namun sudah beberapa tahun tidak ada yang mau membeli tanah itu. Akhirnya tercetus dalam benaknya untuk mewakafkan saja tanah itu bagi kepentingan salah satu ormas Islam. "Namun tidak lama, setelah mewakafkah tanah itu, tanpa disangka ada orang yang datang ke rumah yang maksudnya menanyakan tanah di Dago yang dulu pernah diiklankan mau dijual,tetapi tidak ada seorang pun yang berminat memberi. Rupanya orang itu menyimpan koran setahun lalu, kemudian berminat terhahap tanah tersebut. Dia membeli tidak menawar lagi, tapi langsung saja membelinya. Allah swt, telah mengatur yang terbaik. Jadi  rezeki itu jangan khawatir, Allah Maha Mengetahui"
    Sekali waktu, menurutnya, dia melaksanakan sholat jumat di Pusdai. Dia ingin sekali ikut menyumbang uang untuk pembangunan mesjid, maka dia keluarkan uang Rp 50 ribu, lalu dimasukkan ke kencleng. Setelah selesai sholat jumat, dia berjalan dan tanpa sadar ada seseorang yang menyapa dan ternyata adalah temannya yang sudah lama tidak bertemu. Kang Saelan diajak untuk makan bersama sambil ngobrol kesana kemari. Ketika selesai makan dan akan berpisah, temannya memberinya uang sebesar Rp 300 ribu, sebagai bekal pulang. Tentu saja dia kaget diberi uang sebesar. "Lumayan kang, saya dapat rezeki lebih," ujarnya.     
    Lain waktu dia berkisah tentang jasnya yang berjejer di lemari. Selama ini jas- jas itu hanya menjadi hiasan saja. Lebih dari 20 jas yang ada di lemari. Rata-rata jas itu dibeli diluar neger. Dulu sangat dibutuhkan untuk acara resmi, apalagi sebagai politisi. Tetapi setelah beristirahat, jas sesekali saja dipergunakan.
   Namun belakangan terpikir, kalau tidak digunakan jas itu, kenapa tidak di infakkan saja kepada orang-orang yang membutuhkan? Maka ketika ada saudara-saudara meminjam jas, dia bukannya meminjamkan, tapi memberikan jas-jas itu. Tentu saja mereka sangat gembira mendapatkan jas yang berkualitas bagus. "Istri saya protes, namun saya katakan, daripada bertumpuk tidak dipergunakan, lebih baik diberikan,mudah-mudahan jadi amal jariyah," katanya.*** 28-01-11

Pengacara Tua


    Meskipun kini usianya telah menginjak hampir mendekati 70 tahun, tetapi sosok lelaki ini tidak kendur semangat untuk membantu orang lain yang membutuhkan masalah yang berkaitan dengan hukum. "Saya hanya ingin membantu orang lain, sesuai kemampuan saya dibidang hukum. Sebagai pengacara banyak masalah yang dihadapi masyarakat, tetapi mereka takut berurusan dengan pengacara karena biaya yang besar. Padahal tidak semua pengacara komersil, saya sering menangani warga miskin dan membantu mereka, meskipun tidak ada imbalan. Saya pasrahkan sepenuhnya kepada Allah.   Rezeki urusan Allah, yang penting kita bekerja sebaik-baiknya," ujar R. Subagja Soeradhipradja.
   Penampilannya sangat sederhana, dan tidak tercermin sebagai pengacara senior, padahal berbagai masalah pidana dan perdata pernah ditangani. Di usianya yang semakin bertambah tua, dia ingin membuat banyak kebaikan. Bahkan yang membuat saya kagum, dia selalu menyempatkan diri untuk berinfak meskipun hanya beberapa rupiah saja. Kalau ada pengemis yang hampir setiap hari datang, maka dia telah menyediakan koin dari seratus rupiah sampai seribu rupiah.
    Datang ke kantor LBH di Jl. pungkur 151 tidak pernah membawa kendaraan, baik motor maupun mobil, selalu pakai angkot atau ikut bersama naik kendaraan. Dia tidak malu selesai sidang yang memakai dasi dan baju rapih, kemudian pulang naik angkot. "lebih enak naik angkot, praktis tidak perlu memikirkan bensin atau bayar pajak!" katanya.
     Pernah suatu ketika berkata, buat apa meninggal dunia,   kalau hanya sekedar  membawa kain kafan? Pernyataan itu membuat aku termenung sejenak, memikirkan kalimat yang sangat dalam maknanya. Disitu tersirat bahwa kalau mati hanya sekedar membawa kain kafan, buat apa? Dengan demikian kematian harus memberikan makna terhadap hidup ini. Tidak jauh beda dengan ungkapan, gajah mati meninggalkan gading.
    Kesetiaannya pada pekerjaan dan komitmennya untuk membantu orang lain, maka sampai kini fisiknya tetap sehat. Masih bisa menangani masalah pidana dan perdata. Banyak orang yang masih membutuhkan tenaga dan pikirannya, apalagi selama ini tidak pernah memperhitungkan gaji, kecuali atas kerja kerasnya. Kalau ada yang memberi diterima, kalau pun tidak ada yang memberi, ya ngak apa-apa. Hidup dijalaninya tanpa beban pikiran yang berat , apalagi menjadi bingung. ***28 - 01-11  

Tjetje Djuhana



    Saat bekerja di Mitra Bisnis,  pemimpin perusahaan dipegang oleh Tjetje Djuhana, kini sudah almarhum. Dia meninggal dunia saat bermain badminton di dekat halaman rumah tetangga.
   Memiliki kulit bersih dan setiap datang ke kantor selalu berpakaian rapih. Pagi-pagi sebelum karyawan lain datang, dia sudah duluan ada di meja seraya membaca koran pagi.
   Suatu hari ada kejutan dilakukan oleh Pak Tjetje, yaitu memberitahukan kalau perusahaan sudah menjalin kerjasama dengan BTN  untuk perumahan karyawan. "Pokoknya siapa yang ingin memiliki rumah daftarkan saja, tanpa uang muka, hanya cicilan Rp 30 ribu per bulan," ujarnya dengan wajah serius.
    Dalam hitungan jam, berita itu telah menyebar ke seluruh karyawan, termasuk Asep Sudrajat,-kini sudah almarhum- wartawan di Garut yang begitu antusias, bahkan melalui telepon kepada saya minta dipesankan 2 rumah. Saya sendiri sangat berminat karena saat itu belum mempunyai perumahan, baru menempati rumah  di Sukamulya berukuran 6 x 10 meter, dekat solokan yang kalau air membludak ,enyengat bau kurang sedap.
   Beberapa karyawan pun mendaftarkan diri. "Kalau semua sudah tercatat, kumpul saja di ruangan bapak, nanti akan dijelaskan persyaratan dan prosedurnya," katanya dengan wajah serius.
    Tentu saja semua karyawan sangat gembira. Maka setelah semua karyawan berkumpul di ruang pemimpin perusahaan. Mulailah Pak Tjetje berkata, "Nah saudara sekalian, sebelum memulai acara pertemuan ini, apakah kalian mempunyai Nenek!"
   Tentu saja semua menjawab iya, sebab tidak mungkin ada di dunia kalau tidak ada nenek.
     "Nah kalau begitu, apakah nenek kalian mempunyai rumah"
     Serentak saja kami menjawab, "punya"
     "Nah kalau begitu, maka perusahaan bekerja sama dengan BTN akan berjalan lancar"
     Kami gembira sekaligus bingung tidak mengerti, apa maksud Pak Tjetje itu.
    "Kalau kalian mempunyai Nini, maka BTN itu merupakan singkatan dari Bumi Tilas Nini, nah jadi pakai saja bumi bekas nini kamu!"
   Kamu semua melongo mendengar keterangan itu. Tetapi akhirnya semua tertawa terpingkan-pingkal. "Katipu urang euy!" ucap salah seorang diantara kami.*** 28 -01-11